Friday, October 2, 2015

Tradisi Ulang Tahun

Ulang tahun mungkin merupakan salah satu moment yang kadang memang ditunggu oleh seseorang. Paling tidak begitulah yang terlihat di sekitar kita. Doa, kue, hadiah, kejutan, dan lainnya seakan akan turut serta sebagai dampak dari hari kelahiran ini. Entah darimana ini semua bermula dan siapa yang memulai pun tidak diketahui secara jelas. Namun semua itu sudah membudaya dan seakan menjadi tradisi turun menurun.
Pun sama dengan hari ini, ada sebuah perayaan kecil untuk seorang teman yang berulang tahun. Sebenarnya tertanggal kemarin, namun kejutan perayaan kecil ini berlangsung di hari berikutnya, yaitu hari ini. Undangan untuk turut serta menjadi bagian dari perayaan itu pun sampai padaku. Sebuah pesan singkat whatsapp masuk di ponselku mengantarkan undangan untuk segera merapat ke lokasi perayaan. Awalnya aku berfikir untuk tidak ambil bagian saja, namun terkadang hati nurani seakan tidak mengijinkan hal tersebut. Ia berkata bahwa bagaimana mungkin kamu tidak ambil bagian dalam kejutan ini padahal kalian berteman. Jangan sampai nanti mereka mengira kamu sedang ada masalah dengan satu atau beberapa orang yang hadir di sana. Beberapa alasan pun sudah kuajukan untuk tidak turut serta, namun ada saja hal yang menjadikanku tetap melangkahkan kaki ke sana.
Berawal dari sana aku sadar, tradisi ini bukan diwariskan. Tapi memang kita yang membudayakan. Bermula dari perasaan tidak enak karena adanya undangan yang datang, ajakan yang datang dari seorang teman dekat, dan tentu saja pengalaman yang dialami oleh diri sendiri. Doa yang berdatangan, rasa senang, bahagia, keakraban, kekeluargaan. Terlepas dari unsur agama, dan aturan lain tradisi ini mungkin memang memberikan sedikit manfaat. Namun lain ceritanya ketika setelahnya turut mengekor pem-bully-an terhadap si tokoh utama dalam perayaan. Tokoh utama yang tadinya diangkat cerita sebagai yang paling berbahagia kemudian berubah menjadi yang paling menderita. Bagaimana tidak, setelah doa, ucapan selamat dan beberapa rentetan acara lainnya, si tokoh utama harus rela wajahnya yang berseri belepotan dengan krim kue, tubuhnya berlumuran dengan tepung dan telur. Keadaan ini tidak lebih buruk dengan beberapa bully-an lain yang pernah aku ketahui, seperti pengguyuran dengan air comberan atau sisa makanan. Tradisi ini berkembang bukan menjadi lebih baik namun justru semakin banyak bilangan umur, semakin beragam tradisi pem-bully-an yang harus diterima.
Sebagian kisah tersebut memang tidaklah dialami oleh semua orang. Ada juga sebagian lainnya yang merayakannya dengan hal-hal yang positif. Ada pula yang menganggap tidak ada yang istimewa dengan hari itu atau bahkan lupa dengan hari tersebut. Karena setiap kepala memiliki pemikiran dan pendapatnya sendiri mengenai hari kelahiran. Begitu pula dengan kesadaran yang mendatangkan sebuah pemikiran mengapa yang membudaya justru lebih condong ke arah yang negatif bukan ke arah yang positif. Bukankah potongan kue yang penuh krim nan lezat akan lebih bermakna ketika ia masuk di dalam saluran pencernaan seseorang atau beberapa orang yang ada di sekitar kita dibandingkan ia berakhir sebagai riasan atau aksesoris dalam tubuh kita yang telah diciptakan sedemikian luar biasanya? Karena pada hakekatnya kue-kue itu telah dibuat dengan sedemikian rupa dengan hiasan-hiasan krim dan coklat yang cantik seakan mengundang kita untuk memakannya,bahkan tak jarang ada nama si tokoh utama serta ucapan selamat yang telah diukir dengan sangat rapi oleh si pembuat itu diciptakan atau dibuat bukan sebagai aksesoris yang dikenakan pada tubuh manusia. Melainkan sebagai santapan lezat yang menjadi penyalur kebahagian antara si pemberi dengan tokoh utama maupun tokoh utama dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Setidaknya yang demikian lebih menunjukkan rasa syukur kita atas bertambahnya umur dan tentu saja menhargai hasil jerih payah orang yang telah membuat dan memberi.
Mengapa harus ada pem-bully-an jika ada hal lain yang jauh lebih indah dan mudah untuk dilakukan? Dan lagipula efek dari pem-bully-an yang diterima oleh si tokoh utama belum tentu akan hilang dalam beberapa jam ke depan. Bisa jadi ia harus membereskan kekacauan akibat pem-bully-an yang telah dialaminya hingga keesokan harinya. Mungkin sebaiknya kita harus mulai memahami hakekat yang sesungguhnya dari hari kelahiran. Paling tidak memaknai hari tersebut dengan lebih dalam, bukan hanya sekedar tradisi yang belum tentu memberikan banyak manfaat.
Ini hanyalah sebuah pemikiran yang hadir di tengah malam setelah ambil bagian dalam kejutan kecil untuk seorang teman yang berulang tahun. Bukan bermaksud untuk menyinggung, membenarkan atau menyalahkan suatu peristiwa :)

No comments:

Post a Comment