Sunday, September 29, 2013

Bajawa, Kampung Halaman Kedua

Kota Bajawa, ibukota kabupaten yang menjadi satu-satunya tujuan ketika kami mendapatkan hari libur. Seolah kota ini merupakan kampung halaman kami para peserta SM-3T kabupaten Ngada untuk mudik.
Pun sama dengan hari ini, selain dikarenakan adanya rapat koordinasi yang telah dilaksanakan kemarin, kami juga berniat membeli beberapa barang kebutuhan yang tidak dapat kami temukan di desa tempat kami mengabdi. Satu-satunya kios yang ada di sana hanya menjual bahan makanan pokok dengan beberapa jenis jajanan. Alhasil, kami pun menunggu kesempatan untuk dapat ke kota. Dan kesempatan itu akhirnya datang...
Dengan berbekal keyakinan dan kepercayaan terhadap Alloh SWT dan tentu saja supir otto bemo yang beroperasi di kota maka sampailah kami di pasar inpres Bajawa dengan selamat. Yang ternyata eh ternyata letaknya tak jauh dari kodim. Hmm, biar sudah yang penting sekarang kami berdua sudah mengetahui letaknya. Hhe...
Pasar inpres Bajawa tidak berbeda jauh dengan pasar-pasar yang pernah kami jumpai sebelumnya. Segala jenis barang ada di sini. Dan tentu tak ketinggalan dari ciri khas sebuah adalah adanya tawar menawar barang. Harga yang ditawarkan di pasar inpres sungguh mencengangkan. Berkali-kali lipat dari harga umum yang ada di Jawa. Hampir semua barang yang dijual minimal berharga 5 ribu rupiah atau kelipatannya. Jarang sekali atau hampir tak ada barang dengan harga di bawah 5 ribu. Jikalah ada maka pembayaran harus menggunakan uang pas.
Desakan kebutuhan satu bulan hingga jadwal berkunjung ke kota berikutnya membuat kami harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Namun untuk mengawali kehidupan baru di tempat baru tentu saja ini adalah hal yang lumrah. Dan jangan kaget ketika melihat barang bawaan kami setelah keluar dari pasar. Masing-masing kami membawa tas ransel SM-3T berukuran sekitar 40lt dengan tangan penuh membawa ember ukuran sedang yang sudah kami isi dengan beberapa barang. Itu pun masih ditambah dengan perlengkapan ATK yg telah dibungkus tersendiri. Alhasil terlihatlah kami seperti orang yang hendak mengungsi. Tapi jangan tanyakan dimana foto kami dengan sebegitu banyaknya barang. Sebab, tangan dan tenaga kami sudah tak cukup lagi untuk sekedar berfoto.
Banyaknya barang bawaan yang kami sempat membuat kami kelimpungan. Bagaimana tidak, di kota yang belum kami kenal dengan baik ini, kami tidak tahu dimana menemukan otto. Sampai akhirnya kami menemukan otto satu-satunya yang dapat mengantarkan kami kembali ke penempatan.

Saturday, September 28, 2013

Keluarga, Saudara, Segalanya

Sehati telah mengantarkan kami ke rumah yang ditinggali oleh Mas Rahmat dengan selamat tepat sampai di halaman depan rumah. Si pemilik rumah pun menyambut kami dengan senyum ramah dan khas orang timur. Beliau bernama Bapak Mikel Dou. Tumbuhnya yang tambun serta caranya berbicara menandakan bahwa ia berpengetahuan luas dan tentu saja ramah. Dan tanpa menunggu lama kami pun disuguhi minum dan dipersilahkan untuk beristirahat sebelum menuju ke tempat pelaksanaan rapat koordinasi.
Awalnya rapat koordinasi memang akan dilaksanakan di sini, di Langa.

Friday, September 27, 2013

Perjalanan Menuju Kota Pertama

Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya, bahkan beberapa jam lebih pagi dari hari lainnya. Begitu juga dengan mba Intan. Bukan bagaimana juga sebenarnya, hal ini dikarenakan otto kayu yang akan mengantarkan kami ke kota berangkat sekitar jam 4 pagi atau setengah 5 pagi. Karena itulah sebelum jam itu aku sudah harus bersiap agar tidak ketinggalan sehati, otto kayu satu-satunya di kampung. Semua barang yang akan dibawa pun sudah kami siapkan sejak malam sebelumnya.
Tidak sabar memang menanti salah satu transportasi khas yang satu ini. Sembari menunggu kami berdua duduk di bibir tembok penyokong yang ada di dekat lapangan di depan sekolah. Hari masih gelap saat itu, laut di depan kami pun nampak begitu tenang seolah mereka masih asyik beristirahat di peraduannya. Hmm, sedikit timbul rasa cemburu sebenarnya. Bagaimana tidak, ketika alam masih beristirahat dengan tenangnya, kami berdua sudah sibuk menanti otto kayu di tepi jalan demi dapat pergi ke kota. Tak berapa lama akhirnya terdengar bunyi klakson otto dari kejauhan. Itu artinya penantian kami berdua tak akan berlangsung lebih lama lagi karena cepat atau lambat otto yang kami tunggu pasti akan segera datang.

Thursday, September 26, 2013

Perbedaan Latar Belakang Adat dan Budaya

Rapat penyusunan RAPBS di sekolah kemarin merupakan rapat pertama yang aku ikuti sejak kehadiranku di SDK Ngedusuba. Selain waktu pelaksanaan yang molor hingga mencapai 5 jam dari waktu yang telah dijadwalkan, ada beberapa hal lain yang juga menyita perhatianku saat itu. Salah satunya adalah waktu makan siang yang ikut molor juga. Entah mendapat kekuatan darimana orang-orang yang hadir dalam rapat tersebut hingga mampu menahan rasa lapar begitu lama. Bagiku menahan lapar selama itu berarti sama saja dengan menyiksa badanku sendiri. Sebab dapat dipastikan aku tidak akan bertahan lama sampai akhirnya asam lambungku mulai beraksi dengan sesuka hati mereka. Untunglah waktu sholat menyelamatkan kami berdua dari rapat yang sedang berlangsung itu.

Wednesday, September 25, 2013

Rapat Guru dan Wali Murid Pertama

Kegiatan di sekolah tidak berjalan seperti biasanya. Meskipun ini bukan hari sabtu atau minggu, namun kegiatan pembelajaran ditiadakan. Alasannya karena akan berlangsungnya rapat penyusunan RAPBS sekolah. Rapat yang akan dihadiri oleh pengawas sekolah ini sungguh membuat seluruh warga sekolah menjadi terlalu sibuk, pun termasuk dengan para siswa. Meski mereka tidak ada kegiatan pembelajaran di kelas pada hari itu, mereka tetap datang ke sekolah. Sebagian dari mereka membawa kayu bakar, ada pula yang membawa dengan sayur atau sekedar segenggam cabai.
Sulitnya mendapatkan sayuran dan akses untuk menuju pasar yang cukup jauh tidak selamanya memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Kenyataannya, meski berat tapi cukup untuk mempererat rasa kekeluargaan antar warga yang satu dengan yang lain. Tak ada yang tak kenal satu sama lain antar warga yang satu dengan yang lain. Mungkin inilah yang menjadikanku kerasan dan tak merasa bahwa aku adalah seorang pendatang di suatu daerah nan jauh di sana. Aku merasa seakan telah tinggal lama di sana dan menjadi salah satu dari mereka.
Dalam undangan yang dibuat, rapat dilaksanakan pada pukul 08.00 WIT. Karena itu persiapan pun dimulai sejak pukul 07.00 WIT. Semua sibuk dengan tugas masing-masing. Beberapa siswa pun turut membantu di dapur. Namun, tak ada satu pun dari mereka mengeluhkan apa yang sedang mereka kerjakan. Ketulusan mereka begitu alami. Aku semakin menyukai mereka semua. Mereka pun tidak mengeluhkan ketidaktepatan waktu pelaksanaan rapat. Rapat yang semula dijadwalkan pukul 08.00 WIT ternyata baru dapat dilaksanakan tepat pukul 11.00 WIT. Tapi tak ada keluhan yang kudengar keluar dari mulut mereka. Entah pelajaran hidup apa yang telah mereka terima hingga semua ini terbentuk dalam pribadi mereka, mungkin hanya itu yang aku pikirkan saat itu.
Acara rapat penyusunan RAPBS ini pun menjadi salah satu peristiwa penting dalam kehidupan kami di daerah penempatan, khususnya untuk mbak Intan. Dia merasakan pengalaman pertamanya menyembelih ayam dengan tangannya sendiri. Ayam yang disembelih pun tidak hanya satu ekor, melainkan 11 ekor. Sebuah rekor besar untuk kami yang biasanya terima bersih ketika membeli ayam di Jawa. Saat itu aku masih belum memiliki keberanian untuk melakukannya, aku hanya memegangi si ayam agar tidak melakukan pemberontakan. Bukan hal besar memang, tapi cukup untuk membuatmu mengeluarkan tenaga yang cukup besar. Ya, semuanya memang butuh proses tidak ada sesuatu yang baik yang dilakukan secara instan. Setidaknya begitulah yang terjadi di sini. Berproses merupakan hal yang memang sudah seharusnya dilakukan. Karena dengan berproses kita akan tahu apa arti dari sabar dan menghargai yang sesungguhnya.

Monday, September 23, 2013

Origami untuk Paud St. Elisabeth Ngedusuba

Satu minggu telah berlalu di daerah nan juah dari kampung halaman. Berada di sekolah dengan mayoritas beragama katolik tidak membatasi ruang gerakku. Dalam waktu yang singkat itu pun aku sudah dekat dengan hampir semua guru dan karyawan di sana.
Hari ini seorang guru paud yang berkantor sama dengan kami para guru SD mendatangiku. Ia berkata bahwa ia melihat ada sebuah origami berbentuk burung dalam laci meja kerjaku kemarin sebelum pulang. Tidak heran jika ia melihat beberapa origami di laci mejaku di kantor, beberapa hari lalu aku iseng membuatnya karena bosan. Siapa yang menyangka jika hasil keisenganku untuk mengusir rasa bosan menarik perhatian salah satu guru paud. Ia mengatakan bahwa ia pun pernah melihat origami yang sama di sekolah paud lainnya. Tentu saja karena origami ini sudah umum dan hampir setiap guru di paud mampu untuk membuatnya. Hampir berarti baru sebagian besar, dan masih ada sebagian kecil yang bahkan hanya tahu tanpa bisa membuatnya. Dan sebagian kecil itu ada di sini, di paud yang letaknya satu komplek dengan sd tempatku mengabdi.

Sunday, September 22, 2013

Jauh Bagi Kami, Dekat Bagi Mereka

Minggu pagi pertamaku di tanah rantau begitu damai. Tak ada tuntutan harus cepat-cepat mandi pagi karena harus ke sekolah, dan segala rutinitasku di pagi hari di hari-hari sebelumnya. Meski belum juga genap 1 minggu aku tinggal di sana, tapi rasanya sudah lama saja aku berada di sana. Mungkin inilah yang orang sebut bahwa kita sudah mulai kerasan di tanah rantau.

Saturday, September 21, 2013

Berburu Siput Laut

tak kenal maka tak sayang...
Begitu kata pepatah yang pernah saya dengar. Ini adalah hari kedua saya berada di bagian lain negeriku Indonesia. Bertempat di sebuah kabupaten dengan garis pantai yang cukup panjang tentu akan membawamu menikmati sajian alam berupa pantai-pantai indah yang belum tentu akan kita temui di Pulau Jawa. Yaps, pantai dan laut. Inilah bagian dari ceritaku yang cukup indah untuk dikenang.

Friday, September 20, 2013

Lisa Keli

Sampai hari ini aku masih belum banyak menghafal siapa-siapa saja yang telah aku temui, yang telah berkenalan denganku. Bagiku sangat sulit untuk menghafal begitu banyak orang dalam satu waktu. Selain anak-anak sekolah dan warga sekolah aku belum banyak berkenalan karena aku memang masih sibuk membereskan barang-barangku dan menyesuaikan dengan keadaan lingkunganku yang baru. Hingga tiba suatu sore ketika kami sedang membakar jambu di samping rumah, tiba-tiba terdengar suara seperti ada orang yang datang sambil berbicara sendiri. Dari nada bicaranya, ia terlihat sangat riang seolah akan bertemu dengan orang yang memang sedang ditunggunya. Mama Merry segera menyuruh kami berdua masuk ke dalam dan tidak keluar terlebih dahulu karena yang datang itu adalah orang gila. Tanpa pikir panjang, kai berdua pun langsung masuk ke kamar dan berdiam di sana.

Keluarga Baru, Pengalaman Baru

Tanpa listrik dan tanpa sinyal ternyata tidak membuat lingkungan baru di daerah penempatan ini menjadi sebuah suasana yang membosankan. Justru di sini saya temukan sebuah lingkungan yang begitu peduli satu sama lain. Sebuah lingkungan yang penuh kehangatan dan kekeluargaan. Orang timur yang katanya kasar dan lain-lain, sejauh ini belum saya temukan. Kecuali nada bicara yang cenderung tinggi dan memberi kesan seolah mereka sedang beradu mulut semuanya terlihat baik-baik saja. Tak ada yang berbeda.
Bakar jambu sekalian masak makanan babi
Setelah melewati hari pertama ke sekolah yang cukup menyenangkan dengan adanya sambutan hangat dari warga sekolah, suasana bersahabat itu berlanjut ketika pulang sekolah. Mama Merry, mama asuh saya dan mbak Intan, mengenalkan kami pada kebiasaan orang-orang di sana. Kami dikenalkan pada kebiasaan mereka membuat cemilan yang biasa mereka makan. Bakar Jambu. Bakar jambu mengingatkan daya pada masa kecil ketika saya suka kabur ke kebun demi mendapatkan Jambu Mete dan membakarnya untuk kemudian dimakan. Karena komoditas perkebunan di Kabupaten Ngada salah satunya adalah Jambu Mete, maka bukan hal sulit untuk mendapatkan buah yang satu ini. Bahkan kamu dapat menemukan pohonnya di sepanjang jalan, atau bahkan di halaman-halaman rumah warga. Dan saya menemukan sejumlah pohon tersebut di halaman sekolah.

Pemegang Masa Depan ada Dihadapanku

Terlihat segelintir siswa berbagai umur duduk berderet di halaman depan sekolah. Seragam pramuka yang terlihat lusuh seakan mengatakan  yang dikenakan mereka tidak membuat mereka kehilangan senyum manis nan polos dari bibirnya. Sebuah pemandangan khas dari anak-anak. Seakan mengatakan bahwa hidup mereka begitu menyenangkan meski keadaan ekonomi keluarga mereka mengatakan sebaliknya. Ya, berdasarkan data siswa di sekolah mereka menyatakan berasal dari keluarga dengan perekonomian menengah ke bawah. Lagi-lagi senyum manis mereka seakan menutupi segalanya, membuat setiap orang yang melihatnya seakan ikut merasakan kebahagian yang sedang mereka rasakan. Sorot tajam yang terpancar dari mata indah mereka mengatakan bahwa mereka memiliki rasa ingin tahu serta rasa percaya diri yang tinggi. Kemauan tinggi untuk belajar.

Thursday, September 19, 2013

Perjuangan untuk Sebuah Pengabdian

Oto Sehati
Hari kedua di Flores, masih dengan suasana Bajawa yang berselimutkan dingin yang menusuk sampai ke tulang. Hari yang ditunggu pula karena hari ini artinya hari dimana para peserta SM-3T angkatan 3 akan diterjunkan ke daerah penempatan masing-masing sesuai dengan pembagian yang telah ditentukan. Begitu pula denganku dan mbak Intan. Kami berdua pun telah bersiap untuk berangkat menuju ke daerah yang akan menjadi tempat tinggal kami selama 1 tahun, desa Wogowela. Bersama dengan Pak Thomas Laba Mottong, Kepala Sekolah SDK Ngedusuba, kami berdua pun berangkat menuju ke daerah penempatan dengan menggunakan Oto Kayu Sehati. Satu-satunya alat tranportasi yang sampai ke daerah penempatan kami.

Wednesday, September 18, 2013

Titik Awal Perjuangan

Hari ini adalah hari yang telah dinantikan oleh banyak orang. Kami para peserta SM-3T Angkatan 3, para pendahulu kami para peserta SM-3T angkatan 2, dan para guru atau kepala sekolah dari sekolah-sekolah yang akan menjadi tempat mengabdi para peserta SM-3T angkatan 3. Terlihat wajah-wajah sumringah dari para pendahulu kami, beberapa diantara mereka terlihat sibuk menghubungi sanak keluarga maupun orang terdekat. Beberapa yang lain sibuk mengabadikan moment terakhir mereka di kabupaten yang pastilah penuh dengan kenangan akan perjuangan mereka mengabdi demi mencerdaskan anak bangsa. Berbeda sekali dengan ekspresi yang terlihat di raut muka para peserta SM-3T angkatan 3. Ada rasa takut, khawatir, tergambar jelas di raut muka. Khawatir jikalau nantinya akan ditempatkan di daerah yang benar-benar ekstrim sehingga takut tidak dapat beradaptasi dengan cepat ketika sampai di daerah penempatan. Dan kekhawatiran itu pun singgah di dalam perasaanku. Namun dengan cepat aku tepis, setidaknya aku lebih siap dari teman yang lain, karena dari awal aku sudah mempersiapkan diri akan ditempatkan di daerah pelosok. ya, karena aku berasal dari jurusan PGSD.

Alat Transprotasi Unik di Kabupaten Ngada, NTT

Acara Pelepasan dan Serah Terima Peserta SM-3T Angkatan 3 telah usai. Kini tiba saatnya kami para peserta SM-3T Angkatan 3 berangkat menuju ke daerah penempatan masing-masing sesuai dengan pembagian yang telah ditentukan sebelumnya. Tentunya dengan guru atau Kepala Sekolah yang datang untuk menjemput para peserta SM-3T Angkatan 3.
Begitupun dengan saya dan mbak Intan, kami berdua telah bersiap untuk berangkat ke daerah penempatan kami bersama dengan Kepala Sekolah dari SDK Ngedusuba yang telah datang menjemput kami ke kantor Dinas Pendidikan. Kulihat begitu pula yang terjadi pada teman-teman peserta SM-3T lainnya. Satu per satu mereka meninggalkan kantor dinas dengan kendaraan dinas sekolah yang dikendarai oleh pihak sekolah yang menjemput mereka. Sempat terbesit pula dalam hati ini bahwa kami pun mungkin akan segera mengalaminya, berangkat ke daerah penempatan dengan kendaraan dinas seperti yang dialami oleh teman-temanku.
Setelah berbincang singkat dengan mbak Wika dan mbak Aster, peserta SM-3T angkatan 2 yang sebelumnya juga ditempatkan di SDK Ngedusuba, barulah kami tahu bahwa kami tidak akan berangkat ke daerah penempatan menggunakan kendaraan dinas sekolah seperti yang lainnya. Kami telah disiapkan sebuah kendaraan khusus yang spesial dan telah menanti kami di depan kantor dinas pendidikan. Kendaraan yang dimaksudkan adalah Oto Kayu.

Tuesday, September 17, 2013

Hotel Kambera, Saksi Perjuangan Kami

Perjalanan panjang harus ditempuh demi tiba di daerah pengabdian nan jauh di sana. Suatu daerah yang jauh dari kampung halaman. Sekitar 8 Jam perjalanan dihabiskan untuk perjalanan menggunakan transportasi udara. Perjalanan udara pun dilakukan tidak hanya satu kali jalan langsung sampai. Kami harus transit dan berganti pesawat hingga akhirnya sekitar pukul 13.20 WIB kami sampai di Bandar Udara H. Hasan Aeroboesman, Ende. Dari Ende kami  masih harus menempuh jarak sekitar 125 Km lagi sebelum sampai di kota kabupaten tempat kami mengabdi nantinya.

Pesawat Terbang Impian

Pesawat terbang, si burung besi yang mampu mengangkut ratusan orang dalam sekali perjalanan. Siapa yang tak tahu dengan kendaraan yang satu itu? Alat tranportasi yang mampu membawamu berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan waktu yang cukup singkat. Meskipun biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat menumpang cukup mahal, tapi itu sebanding dengan kecepatannya dalam mengantar penumpang sampai ke tempat tujuan. Sehingga tak banyak waktu yang terbuang hanya untuk melakukan perjalanan.