Wednesday, September 25, 2013

Rapat Guru dan Wali Murid Pertama

Kegiatan di sekolah tidak berjalan seperti biasanya. Meskipun ini bukan hari sabtu atau minggu, namun kegiatan pembelajaran ditiadakan. Alasannya karena akan berlangsungnya rapat penyusunan RAPBS sekolah. Rapat yang akan dihadiri oleh pengawas sekolah ini sungguh membuat seluruh warga sekolah menjadi terlalu sibuk, pun termasuk dengan para siswa. Meski mereka tidak ada kegiatan pembelajaran di kelas pada hari itu, mereka tetap datang ke sekolah. Sebagian dari mereka membawa kayu bakar, ada pula yang membawa dengan sayur atau sekedar segenggam cabai.
Sulitnya mendapatkan sayuran dan akses untuk menuju pasar yang cukup jauh tidak selamanya memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Kenyataannya, meski berat tapi cukup untuk mempererat rasa kekeluargaan antar warga yang satu dengan yang lain. Tak ada yang tak kenal satu sama lain antar warga yang satu dengan yang lain. Mungkin inilah yang menjadikanku kerasan dan tak merasa bahwa aku adalah seorang pendatang di suatu daerah nan jauh di sana. Aku merasa seakan telah tinggal lama di sana dan menjadi salah satu dari mereka.
Dalam undangan yang dibuat, rapat dilaksanakan pada pukul 08.00 WIT. Karena itu persiapan pun dimulai sejak pukul 07.00 WIT. Semua sibuk dengan tugas masing-masing. Beberapa siswa pun turut membantu di dapur. Namun, tak ada satu pun dari mereka mengeluhkan apa yang sedang mereka kerjakan. Ketulusan mereka begitu alami. Aku semakin menyukai mereka semua. Mereka pun tidak mengeluhkan ketidaktepatan waktu pelaksanaan rapat. Rapat yang semula dijadwalkan pukul 08.00 WIT ternyata baru dapat dilaksanakan tepat pukul 11.00 WIT. Tapi tak ada keluhan yang kudengar keluar dari mulut mereka. Entah pelajaran hidup apa yang telah mereka terima hingga semua ini terbentuk dalam pribadi mereka, mungkin hanya itu yang aku pikirkan saat itu.
Acara rapat penyusunan RAPBS ini pun menjadi salah satu peristiwa penting dalam kehidupan kami di daerah penempatan, khususnya untuk mbak Intan. Dia merasakan pengalaman pertamanya menyembelih ayam dengan tangannya sendiri. Ayam yang disembelih pun tidak hanya satu ekor, melainkan 11 ekor. Sebuah rekor besar untuk kami yang biasanya terima bersih ketika membeli ayam di Jawa. Saat itu aku masih belum memiliki keberanian untuk melakukannya, aku hanya memegangi si ayam agar tidak melakukan pemberontakan. Bukan hal besar memang, tapi cukup untuk membuatmu mengeluarkan tenaga yang cukup besar. Ya, semuanya memang butuh proses tidak ada sesuatu yang baik yang dilakukan secara instan. Setidaknya begitulah yang terjadi di sini. Berproses merupakan hal yang memang sudah seharusnya dilakukan. Karena dengan berproses kita akan tahu apa arti dari sabar dan menghargai yang sesungguhnya.

No comments:

Post a Comment