Sunday, September 22, 2013

Jauh Bagi Kami, Dekat Bagi Mereka

Minggu pagi pertamaku di tanah rantau begitu damai. Tak ada tuntutan harus cepat-cepat mandi pagi karena harus ke sekolah, dan segala rutinitasku di pagi hari di hari-hari sebelumnya. Meski belum juga genap 1 minggu aku tinggal di sana, tapi rasanya sudah lama saja aku berada di sana. Mungkin inilah yang orang sebut bahwa kita sudah mulai kerasan di tanah rantau.
Pagi ini aku dan mbak Intan hanya bertiga di rumah, mama dan Brito pergi ke gereja untuk melaksanakan ibadah agama. Sedangkan Boris tidak ikut bersama mereka dan sibuk bermain dengan teman-temannya yang juga tidak ikut pergi ke gereja. Sebelum mama asuh kami berangkat ke gereja, ia berpesan jika nanti sudah selesai beres-beres dan sebagainya kami ikut pulang dengan Boris ke rumah mereka di kampung sebelah. Mereka bilang tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah dinas yang kami tinggali saat ini. Kami pun mengiyakan.
Kami yang hanya berdua di rumah pun sibuk membereskan rumah dan mencuci pakaian, kami berdua memutuskan untuk sarapan. Kali ini kami memutuskan untuk bersarapan dengan mie instan. Sejak kedatangan pertama kami ke sini, ini adalah kali pertama kami membuat mie instan. Ya, meski makanan yang satu ini bernama mie instan yang berarti mie siap saji yang pada umumnya dapat dinikmati tidak lebih dari 5 menit jika dihitung dengan waktu untuk mendidihkan air ternyata itu tidaklah berlaku bagi kami di sini. Untuk dapat menikmati semangkuk mie instan kami harus menghabiskan waktu lebih dari waktu tersebut. Bagaimana tidak, sebelum dapat memasak air kami haruslah menyalakan tungku api. sebelum tungku api menyala sudah seharusnya kami mencari kayu bakar sebagai bahan bakar dari tungku api yang akan kami gunakan untuk memasak. Setelah kayu bakar sudah tersedia maka yang harus kita lakukan dengan penuh kesabaran adalah menyalakan api itu sendiri. Kelihatannya memanglah mudah dan sepele, bakar saja kayu bakarnya maka menyalalah sumber panas untuk tungku api tersebut. Namun pada kenyataannya tidaklah semudah itu. Kami harus menyalakan berulang kali hingga kayu bakar tersebut benar-benar terbakar dan api tidak padam kembali. Dari sinilah kami tahu bahwa inilah sumber kenikmatan dari makanan yang kami makan. Meski hanya semangkuk mie instan yang kami masak, tapi rasanya berkali-kali lipat lebih nikmat dari mie instan yang biasa kami makan sebelumnya.
Beres-beres rumah sudah, makan dan mandi pun sudah, niat hati mau melengkapi kelengkapan sekolah kami pun belum jelas untuk pembagian tugas kami di sekolah. Akhirnya kegiatan kami berujung di tempat sinyal untuk sekedar berkirim kabar dengan keluarga maupun orang terdekat. Namun ternyata itu pun tidaklah membunuh rasa bosan yang kami rasakan. Hingga akhirnya Boris pulang entah darimana dan mengajak kami pulang seperti yang dipesankan oleh mama asuh kami tadi pagi sebelum ia berangkat ke gereja. Dan tanpa basa-basi lagi kami pun langsung bersiap dan bergegas membawa barang seperlunya dan mengunci rumah. Perjalanan ke kampung sebelah pun dimulai. Dan kali ini kami tidak hanya ditemani oleh Boris, si bungsu, tapi juga dengan salah satu warga setempat yang biasa kami panggil Tante Lisa Keli.
Tante Lisa memang rajin sekali berkunjung di rumah kami, dan kami pun tidak setakut dulu saat kami pertama kali bertemu dengannya. Hari ini ia pun berkunjung seperti biasa dan mengatakan ingin ikut bersama kami ke kampung sebelah dan akan mengajak kami pergi ke pantai sesampainya di sana. Dan tahukah apa yang dikatakan olehnya sepanjang jalan setiap bertemu dengan orang? Ia selalu mengatakan bahwa kami adalah turis lokal yang akan pergi untuk bertamsya ke pantai. Ya, memang sedikit memalukan jika dipikir kembali, tapi sayangnya kami berdua tidak berpikir sampai disitu. Sebab Tante Lisa tidak pernah melakukan hal-hal yang benar-benar membuat kami malu. Sejauh ini ia sangat baik pada kami berdua.
Perjalanan ke kampung sebelah yang dibilang tidak terlalu jauh, ternyata adalah sangat jauh untuk ukuran kami berdua. Bermenit-menit sudah kami habiskan untuk menyusuri jalan yang masih belum beraspal dan masih dapat kita temui kebun-kebun jambu mete yang luar terhampar di kanan dan kiri jalan. Menit yang telah kami lalui tidaklah sedikit hingga akhirnya mencapai satu jam ketika kami sampai di rumah mama asuh kami. Bagi mereka jarak bukanlah suatu alasan yang berarti, karena ketika mampu mencapainya tidak lebih dari satu hari maka berarti jarak yang ditempuh adalah jarak yang dekat. Di sana kami bertemu dengan kedua orang tua daru mama asuh kami yang akhirnya kami panggil opa dan oma. Opa Aloysius Kaju dan Oma Agustinus Bate bagi kami sudah seperti nenek kami sendiri. Ya, inilah keluarga baru kami di salah satu sudut negeriku Indonesia.
Setelah singgah dan berkenalan dengan nenek, kami pun menuju pantai yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah. Kami melewati sebuah kebun milik warga yang penuh ditanami dengan pohon pisang sebelum akhirnya sampai dibibir pantai. Pada saat melewati kebun pisang, Boris bermain-main dengan pelepah pisang kering yang masih tergantung di pohon dan bergelantungan seperti tarzan. Begitu bahagia kelihatannya, tak disangka permainan yang dilakukan oleh Boris diikuti oleh mbak Intan. Dia meniru apa yang dilakukan oleh Boris, bergelantungan pada pelepah daun pisang kering yang masih tergantung di pohonnya. Bagi mbak Intan ini adalah hal yang jarang dapat dilakukannya di rumah bahkan ketika ia masih kecil sekalipun. Sedangkan bagiku ini sudah sering kulakukan. Dan beberapa hal yang terjadi di sini hampir sudah pernah semua aku lakukan ketika aku masih kecil dahulu.



Pantai berbatu kembali yang kami temui kali ini, bedanya batu di sini berukuran lebih besar. Bahkan sangat besar. Inilah yang membuat seolah lelah yang kami rasakan selama perjalanan telah menguap dengan cepat, sesuatu yang berbeda selalu dihadirkan pada setiap tempat yang kami datangi. Dan pada kali ini, kami bermain di pantai tidak hanya dengan Boris Kango dan Tante Lisa Keli, tapi juga Brito Kaju dan Man Lalu. Tak lupa kami selalu mengabadikan setiap moment perjalanan kami.















No comments:

Post a Comment