Friday, September 20, 2013

Keluarga Baru, Pengalaman Baru

Tanpa listrik dan tanpa sinyal ternyata tidak membuat lingkungan baru di daerah penempatan ini menjadi sebuah suasana yang membosankan. Justru di sini saya temukan sebuah lingkungan yang begitu peduli satu sama lain. Sebuah lingkungan yang penuh kehangatan dan kekeluargaan. Orang timur yang katanya kasar dan lain-lain, sejauh ini belum saya temukan. Kecuali nada bicara yang cenderung tinggi dan memberi kesan seolah mereka sedang beradu mulut semuanya terlihat baik-baik saja. Tak ada yang berbeda.
Bakar jambu sekalian masak makanan babi
Setelah melewati hari pertama ke sekolah yang cukup menyenangkan dengan adanya sambutan hangat dari warga sekolah, suasana bersahabat itu berlanjut ketika pulang sekolah. Mama Merry, mama asuh saya dan mbak Intan, mengenalkan kami pada kebiasaan orang-orang di sana. Kami dikenalkan pada kebiasaan mereka membuat cemilan yang biasa mereka makan. Bakar Jambu. Bakar jambu mengingatkan daya pada masa kecil ketika saya suka kabur ke kebun demi mendapatkan Jambu Mete dan membakarnya untuk kemudian dimakan. Karena komoditas perkebunan di Kabupaten Ngada salah satunya adalah Jambu Mete, maka bukan hal sulit untuk mendapatkan buah yang satu ini. Bahkan kamu dapat menemukan pohonnya di sepanjang jalan, atau bahkan di halaman-halaman rumah warga. Dan saya menemukan sejumlah pohon tersebut di halaman sekolah.
Pemanfaatan komoditas ini belumlah maksimal atau dapat dikatakan tidak terlihat sama sekali. Kebanyakan buah yang jatuh hanya akan berakhir sebagai makanan babi. Sedangkan biji dari buah tersebut dijemur dan kemudian setelah kering akan mereka jual. Namun sesekali biji tersebut dibakar kemudian dimakan. Seperti yang kami lakukan saat ini, bakar jambu.
Hilda Wea, Teman guru
Kali pertama mbak Intan makan mete bakar

Brito Kaju dan Boris Kango
Bakar jambu kami laksanakan beramai-ramai bersama mama asuh dan kedua anaknya yang bernama Brito Kaju dan Boris Kango, serta teman guru yang tinggal tak jauh dari sekolah. Sebelum kami mulai membakar jambu tentu kami haru smencari jambu tersebut. Karena kami tak mau menghabiskan waktu hanya untuk mencari sekian banyak jambu yang jatuh, kami pun mengambil biji jambu yang telah kering yang ada di karung. Inilah istimewanya warga di sini, meski mereka sudah susah payah mengumpulkan biji jambu bahkan hingga mengeringkannya, ketika seseorang memintanya maka mereka akan dengan mudah memberikannya. Tapi, sebenarnya tidak semua dapat dengan mudah memintanya. Hanya mereka yang telah dekat saja yang akan dengan mudah mendapatkannya setelah meminta kepada si empunya. Begitulah kebanyakan warga di sini bersikap.
Kesenangan kami setelah bakar jambu masih berlanjut hingga malam hari. Tidak seperti malam sebelumnya, malam ini listrik menyala yang bersumber dari generator sekolah. Tak lama juga berdatangan beberapa orang ke rumah dimana kami tinggal. Awalnya kami penasaran mengapa mereka datang. Namun belum sempat kami bertanya, kami pun segera mendapatkan jawabannya. Mereka datang untuk menonton pertandingan sepak bola dimana disitu tim Indonesia yang bertanding. Lagi-lagi kami melihat sebuah antusiasme warga di sini yang kadang membuat meriding akan betapa cintanya mereka kepada negeri yang terkadang bahkan menempatkan mereka di nomor sekian.
Nobar Pertandingan Sepak Bola Indonesia
Dari beberapa kegiatan yang kami lakukan satu hari ini ternyata dapat mengakrabkan kami dengan mereka. Mendekatkan kami yang sebelumnya merasa akan ada jarak karena perbedaan yang ada pada masing-masing kami. Ini adalah sebuah awal penerimaan yang menyenangkan, mengukir sebuah kenangan yang tak akan terlupa. Terlihat jelas bahwa begitu pula yang mereka rasakan. Sebuah kebersamaan yang belum tentu diperoleh di tempat lain. Dan itu tidak hanya terjadi hanya satu kali itu. Semoga masih akan terus berlanjut hingga nanti tiba saatnya kami pulang.

No comments:

Post a Comment